Pages

Burning Heart

let God burning your heart and warmth you days.

Grace Dice of Life

everything is God's grace. Providentia Dei

Rain for Everyone

never walk alone, God always there like every rain

Fresh from God, fresh the whole day

always praise the Lord for He create colorful world.

SMILE: GOD loves you

one of the BEST grace from GOD is ability ti SMILE

Saturday, February 26, 2011

The Path of LOVE


#1
Every child will know God
For their soul is God.
So look to the child in you
And you will find GOD

It is the time
And the world
And you growth in the world
That makes you forget about  GOD in you
You cannot sense HIM
You cannot touch HIM
You cannot hear HIM
He lost in you as you lost in the world.

Go to your child
Back to your GOD
Find HIM
He is always there
Waiting for you
As He is your soul

#2
The path with HIM is alone
You cannot enter with anybody else
It is alone, always
You might thinks you take something
But at the end , you know  you cannot
You may try to bring someone 
But at last you know, it is useless
There is a reason
A good one, when He says
“Don’t bring anything with you”
For He knows
Things only a thing
Someone is nothing
They just slowing you down

But a man had to experience it
Otherwise the heart of a man would not understand

The meaning of to walk with HIM
In a very lonely, dark, empty and dry path of love


Tuesday, February 22, 2011

Antara aku, Allah dan Salib


Nama ku, Grace.

Kata papa dan mamaku, nama itu adalah terjemahan bebas dari nama tiga hurufku: Oen Ai Sien yang artinya rahmat cinta dalam keluarga Oen. (Ehem.. cashingku memang choco-manize ambon ikut mamaku; tapi aku tetap saja blasteran tionghoa dari papaku). Berhubung aturan main dari pemerintah yang melarang penggunaan nama Tionghoa tapi tak melarang nama dari daratanAmerika, jadilah orangtuaku memutuskan agar aku menyandang nama Grace. Rahmat. (entah mengapa orangtuaku ndak terinpirasi untuk pakai nama Jawa-Indonesia; kalau iya, mungkin sekarang aku dipanggil: Rahmawati)

Lalu, apa hubungannya dengan Allah; apalagi dengan salib?

Begini, sejak masuk di Postulat sampai lulus Novisiat, salah satu renunganku dalam kisah Injil tentang Janda yang Miskin, aku selalu mengatakan pada pembimbingku: “Suster, saya masih memberi dari kelebihan saya. Belum dari kekurangan saya; sehingga….” Dst, dsb, dll……

Lalu saya menjalani masa Yuniorat dan berjumpa dengan Teologi Salib di Sekolah Fisafat Dryakara. Pada perjumpaan pertama (saya bolos sesi Pengantar.. ada tugas.. ehem!) saya mulai dengan tema: Penderitaan Dalam Perjanjian Lama.  Tema yang begitu mendengarnya sudah membuat perut jadi lapar! Sudah membahas tentang “penderitaan” dilihat dari konteks jaman kuda bengong melihat besi. Di kepalaku berputar film telenovela 3 babak yang menggambarkan orang-orang berwajah kaku macam di semen;  bicaranya ngeluh dan negative melulu;  harapan digantung seperti jaman sekarang berharap para koruptor bisa diberi “pelatihan” yang pas supaya jadi pribadi yang puas dengan apa yang ada sehingga tidak sibuk raup jatah nasi orang lain. Aduh, lapaaaarrrr ni.

Munculah Pastor Deasy dengan kemeja bercorak batik. Hmmm… cocok juga. Pikirku. Rambutnya yang dibabat habis membuat wajahnya jadi segar. Hmmmm bagus juga. Pikirku. Ndak membayang Pastor Deasy muncul dengan jubah belel dengan rambut gondrong-gimbal-anti gunting.  Ditangannya beliau menenteng tas dan bukan tongkat gembala. Well, baik juga kalau beliau bawa tongkat gembala.... bakal membuat semua yang hadir mengurangi ketegangan karena mau bicara soal: p.e.n.d.e.r.i.t.a.a.n. 

Lalu mulailah pastor Deasy mengulang pertemuan pertama (yang saya tidak hadir itu loh..) bahwa penderitaan adalah sebuah keadaan yang tak terhindarkan. Bahasa kerenya: “malum”. Lalu si malum ini dibandingkan dengan “bonum”, “unum”, “venum” dan “pulchrum” tapi tidak dengan chrysanthemum, tentunya. Beda spesies. Kondisi yang takterhindarkan ini muncul karena ada kehendak, hasrat atau desire. “Kalau tidak ada desire maka manusia tidak merasakan apapun,” singkat kalimat: tanpa kehendak maka tak ada perasaan, tanpa perasaan tak ada peneritaan yang notabene termasuk dalam keluarga perasaan. 

Ok deh!.

Aku menarik napas panjang, duduk sedikit lebih tegak (di depan saya seorang bapak yang cukup tinggi) dan tangan di atas kertas catatan sambil memegang pena merek Sarasa warna hitan yang saya sukai. Saya lirik Sr. Ayda dan Sr. Reta di sebelah kiri saya. Serius bo’!

Pastor Deasy memulai dengan jenis dan pola penderitaan yang dialami bangsa Israel dalam Perjanjian Lama. Bagaimana Allah digambarkan sayang banget sama bangsa Israel (heran.. kok ndak dengan bangsa Indonesia saja yang ramah, lemah lembut dan suka menabung ini ya?). Sebegitu sayangnya Allah pada Israel  sampai-sampai  Allah mengorbankan bangsa lain demi bangsa Israel (phew.. untung bangsa Indonesia ada dibelahan dataran yang berbeda dengan bangsa Israel).  Pastor Deasy mengajukan pernyataan yang membuat perut kosong semakin melompong: bangsa Israel merasa dibela Allah, sementara bangsa lain mengalami kekerasan Allah. (Hmmm… bangsaku tergolong yang ….??) 

Lalu Pastor Deasy semakin membangun profil Allah (wah! Macam para detektif di film Profiller tu) dalam konteks Perjanjian Lama dengan mengungkapkan bawah Allah memang membela Israel, tapi kalau Israel tidak setia: cilaka!!!. Allah digambarkan sedemikian adilnya sampai-sampai Allah rela mendidik bangsa Israel (yang digandrungiNya) dengan mengirimkan segala jenis kesusahan dan penderitaan sebagai usaha Allah mengembalikan Israel. (WOW! Allah pasti lebih capek dari KPK ya?!) Tiba-tiba, Pastor Deasy mengajukan pertanyaan yang membuat perut kosong melompong jadi nyaris bolong. “Apakah anda siap beriman pada Allah yang bersikap dan berkepribadian seperti itu?” Lalu belaiu melanjutkan: “Moga-moga sudah mulai gelisah”. TUINGGGG!!!!

Ternyata Pastor Deasy belum selesai. Baru babak pembuka ni. Beliau melanjutkan dengan: Penderitaan Tanpa Makna. Dengan suara yang dalam, Pastor Deasy menjelaskan sesuatu yang sudah dihayati oleh pada umumnya manusia (tentu termasuk saya) yaitu Hukum Retribusi dan Kebebasan Allah.
Hukum Retribusi paling mudah karena sudah dipelajari sejak lahir. Anak baik dapat hadiah, anak nakal dapat hukuman.  Orang baik masuk surga, orang jahat tinggal di neraka.  Orang rajin akan beruntung sedang orang malas akan buntung. Kembali profil Allah digambarkan sebagai pribadi yang adil 100%.
Hukum yang sudah terima dan dihayati sejak kecil ini mulai dapat counter strike dari kenyataan hidup. Tidak selalu yang malas jadi buntung tuh! Bahkan malas, culas dan beringas happy-happy saja. Sebaliknya, sudah jujur, berani mengungkapkan kebenaran malah tetap jadi miskin bahkan masuk penjara. Sun Tzu, moyangku (hi..hi), pernah berkata: orang yang paling malang di dunia adalah orang baik yang mebawa payung saat hujan. Kenapa? Karena saat hujan turun, datanglah orang jahat yang merebut payungnya itu. (Hiks… sad but true). Terus, Allah ada dimana waktu hujan turun ya?. Mulailah Pastor Deasy menjelaskan Kitab Ayub. Dimana Ayub, si orang super baik itu tetap mendapat penderitaan walau ia tidak melakukan apapun yang dapat membuatnya patut mendapat hukuman.  Allah tampil dalam  pribadi yang bebas. Manusia baik atau manusia jahat tidak ada urusan; bagi Allah yang dapat memberikan penderitaan sesuai dengan kebebasanNya. “Jadi, tidak ada patokan tertentu atau aturan baku” kata Pastor Deasy. Kemudian pastor Deasy kembali mengajukan pertanyaan yang membuat perut kosong-melompong dan nyaris bolong jadi mengong-gong. “Seberapa mau kita mengakui dan membiarkan serta menerima Kebebasan Allah?” Waduh…..

Saya membayangkan Allah. Keren seperti Piere Brosnan. Matang seperti Sean Connery, suka berpetualang macam karakter Indiana Jones. Cerdik, iseng dan doyan main seperti Johny Deep dalam karakter Jack Sparrow dan tentu saja lucu seperti Jacki Chen. Sebuah gagasan sempurna untuk Allah versi saya pribadi. Lalu saya tempelkan kata “Kebebasan Allah: mutlak!” wah! Saya kaget sendiri dengan perubahan perasaan dari romatis-dramatis ke kecut-muncrut!. Hah??!! Siapa sudi? Cetusku. Well… Allah memang baik tapi….
Saat itu pop-up di kepalaku kalimat sakti dari suster Jeane Hartono, pembimbing retret 8 hariku  “Suster, kebebasan bukan segala-galanya” Entah bagaimana kata-katanya seperti membuka kotak kebijaksanaan yang selama ini ditabung oleh para pembimbingku. (Tabungan yang kurang ku hargai dan otomatis jarang ku pakai).
“Maukah kamu memberi?”
“Bagaimana kamu memberi?”
Bayangan berbagai tantangan hidup, terutama sikap perfeksionisku yang ditantang habis-habisan dalam 6 bulan pertama di Jl.Pos membuat aku sadar. Tidak hanya aku belajar lebih dalam pada hidup doa. Tidak saja aku belajar menyeimbangkan hidup doa, komunitas dan karya. Tapi secara berkesinambungan juga mengkoreksi cara pandangku tentang: Allah. Lalu secara alamiah Allah mengundang saya untuk belajar memberi walau tidak punya.  (kok loncat ya??? Saya juga tak tahu…)

Ternyata  Allah mau agar saya sadar bahwa saya sudah dicekoki  dengan cinta kasih versi Perjanjian Baru tetapi masih saja menghayati Perjanjian Lama. Cara pandangku tak berubah, sehingga dalam menghayati hidup dan bertindak saat ini pun saya tidak mengalami perubahan apapun. Motto: “kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit” yang pernah saya genggam mulai kehilangan daya tarik. Kemudahan terutama karena kebebasan  bersifat relative. Kebebasan apalagi yang mendatangkan kemudahan memiliki kesengsaraannya sendiri. Saat saya meletakan kebebasan pada Kebebasan Allah, maka kebebasan pribadi  tidak menjadi segalanya bagiku. Kebebasan Allah jadi segalanya buatku. Dan aku belajar menghayati ketaatan dengan menangkringkan salib yang bebas dari beban emosi. 

Akhir dari topic Kebebasan Allah ditutup dengan penjelasan: Kematian sebagai sebuah titik penting! Ibarat sudah dihajar habis-habis, tiba-tiba Pastor Deasy member peluang untuk hit & run ala Mohamad Ali. “Kata Pemazmur..” ujar Pastor Deasy yang berkelit dengan bawa nama orang lain bahwa Allah perlu menolong manusia untuk keluar dari penderitaan dan dosa. Soalnya, tidak ada orang mati yang bakal memuji Allah; hanya manusia hidup yang memuji Allah. Seolah-olah Allah dibujuk oleh Pemazmur untuk membantu manusia.
Kematian sebagai awal dari kabar Keselamatan inilah yang membuat seseorang seperti diberi jendela untuk tetap hidup walau mendapatkan hajaran dalam hidup. 

Dan ini baru babak pertama dari Pastor Deasy. Selanjutnya beliau mulai dengan Penderitaan Bermakna. Bahwa penderitaan dalam Perjanjian Lama juga bermakna: Memurnikan dan Mematangkan serta Penebusan.
Penderitaan bermakna yang memurnikan dan mematangkan seperti api (Yeh 22:17-22) dan (Yes 48.9-10). Manusia diharapkan sebagai mahluk kesayangan Allah yang  sipa diuji dan dicoba agar semakin murni. (Sir.2.1-5).  Lalu Pastor Deasy melontarkan pertanyaan menggelitik “yang jadi persoalan, sampai kapan pemurnian itu?’ Yahhh… perut kosong melompong nyaris bolong terus mengong-gong itu jadi monyong. Sudah diangkat seperti dibanting lagi. “ya seperti Yesus, sampai akhir hayat!” cetus si Pastor santai. Seolah pertanyaan dan jawaban hanya buat dirinya sendiri dan tidak berdampak apapun buat yang dengar.
Penderitaan bermakna yang berikut adalah penderitaan yang membawa keselamatan dan penebusan.  Penderitaan dari sudut pandang ini, menurut Pastor Deasy, bakal member ruang bagi setiap orang untuk memikul penderitaan sebagai sebuah usaha mendatangkan berkat. “seperti kemartiran,” tegasnya. Dimana kematian juga dipandanga sebagai titik bagian dari proses sebuah kehidupan rohani yang tak berawal dan berakhir.

Lalu, apa hubungannya antara saya, Allah dan salib?
Nah, hubungannya jelas. Allah memberi saya banyak rahmat sesuai dengan nama saya, Grace. Allah membuay saya lebih dalam  mengenaNya sebagai Bapa dari perspektifNya. Dia pun melatih saya untuk lebih sadar dalam memanggul salib dengan caraNya. Alhasil sekarang saya bisa lebih gembira, dan mulai mampu berkata: “suster, Allah Bapa ngajarin saya cara memberi dari ketidakmampuan dan ketidakpunyaan saya loh. Dia memperlihatkan bahwa dDari ketidakberdayaan saya, saya tetap bisa member;  karena Allah yang BEBAS telah mendidik  saya untuk  belajar membiarkan DIA bebas dalam mengatur saya.”
Amin… Amin… Amin…

Aduh Mak! LAPAR ni… 
Semoga next week Pastor Deasy tidak bicara dengan tema yang mendatangkan petaka kelaparan seperti ini.

Jakarta, 22 Feb 2011 PESTA Tahta Suci S.Petrus



Sunday, February 20, 2011

Happy Birthday Sis

Hari ini ulang tahun kakakku yang paling sulung.
aku ada di Bandung, jadi mau nelpon juga mikir2. Habis pulsa tinggal sedikit, terus di luar kota pula. Ternyata Ulangtahun kakakku melatihku untuk sabar yaaa.
HAPPY BIRTHDAY!!
Kakaku, Suzie dan anak perempuannya: Gabby

Thursday, February 17, 2011

Cyberbully: Excuse Me....

Beberapa hari ini aku berhadapan dengan perilaku bullying dan cyberbully di tempat karya.
ada rasa sedih, kesal dan marah.
Sedih karena menyadari bahwa mereka yang melakukan adalah pribadi yang pada dasarnya baik, hanya karena ada yang tak terpenuhi maka mereka menjadi dan menjadikan diri mereka seperti predator emosi. Sedih karena ada pribadi-pribadi yang baik dan lembut yang dijadikan "makanan emosi" dari mereka yang melakukan bully. 
Kesal dan marah karena merasa tidak dapat melakukan apapun untuk menghentikan hal itu. 

Lalu tiba-tiba aku menerima pesan di kotab cbox saya. kalimat-kalimat pujian. selain itu ada satu kalimat yang dengan santun dan halus mengungkapkan keprihatinannya pada kemudahan auto prove yang saya letakan di di menu cbox. saya menjawab bahwa saya sadar akan hal itu dan mengambil resiko untuk membuka hal itu karena percaya bahwa pada dasarnya lebih banyak orang yang baik daripada sebaliknya.
Sehari setelah itu, saya terkejut. Cbox saya di bongkar orang. WAH! sedih juga. Marah? tidak. hanya prihatin. Tapi saya tetap bertahan dengan prinsip saya: bahwa PADA DASARNYA SEMUA ORANG BAIK. saya tidak tertarik untuk mengubah prinsip saya itu.

Saya pun berproses dengan perasaan yang bergolak dalam hati. Rasa terindas, rasa dikuasai, rasa tertolak dan semuanya itu menjadi kumpulan kesedihan yang menggumpal dan menyumbat kebahagiaan saya.
saya biarkan. saya amati. saya rasakan.
setelah itu saya berkata: terima kasih untuk pengalaman ini. 
Saya jadi semakin memahami apa yang dirasakan oleh orang-orang baik dan lembut yang diperlakukan tidak semestinya. 

Lalu saya ucapkan: sekarang saya mau tumbuh.
jadi, excuse me....
Silahkan saja memporak-porandakan blog saya, tetapi itu tidak akan memporak-porandakan hidup saya.
Boleh saja menghancurkan tulisan dan apapun yang ada di internet bahkan menggantikannya dengan hal-hal yang buruk; tapi itu tak ada membuat saya jadi buruk.
 Aku tetap menjadi diriku yang sejati yaitu aku yang sempurna dan utuh. Gembira dan berani menghadapi tantangan hidup... termasuk cyberbully he..he..he...

Saturday, February 12, 2011

Hargai Keberagaman


Seiring jalannya perkembangan di Indonesia, kita menjadi bangsa yang semakin seragam. 
Bahkan makanan pokok pun disamakan: nasi.
Dengan membangun image bahwa dengan makan nasi artinya sudah meningkat kesejarhteraannya, maka masyarakat yang memiliki makanan pokok lain; seperti singkong, sagu, jagung dll menjadi tersisih.
seolah-olah mereka yang hidup dengan makanan pokok diluar nasi merupakan masyarakat miskin dan (lebih parah)  dianggap masyarakat kelas bawah. Alhasil semua merasa perlu jadi masyarakat kelas atas dengan makan nasi. 
Sekarang di Jayapura diadakan hari TANPA NASI, untuk mengembalikan keberagaman yang ada. Pemahaman atas penghargaan pada manusia pun dibangun dengan lebih baik; yaitu manusia tetap manusia walau makanan pokoknya bukan nasi.
Hal ini juga berkaitan dengan masalah pengadaan beras yang sulit, sehingga pengupayaan mengembalikan citra makanan pokok yang beragam menjadi penting. Kelaparan tidak hanya teratasi dengan beras, tetapi juga dengan mengembalikan singkong, sagu atau ketela sebagai makanan pokok.


singkong goreng: gurih nan lezat
Papeda: sagu gurih & ikan bumbu khas Maluku



http://www.thejakartapost.com/news/2011/02/12/jayapura-declares-%E2%80%98no-rice-day%E2%80%99.html

Jayapura declares 'No Rice Day'
The Jakarta Post, Jakarta | Sat, 02/12/2011 2:44 PM | Archipelago

The Jayapura regency administration in Papua has passed a No Rice Day decree that encourages people to abstain from eating rice for one day every month - a move aimed at reducing rice consumption amid rising food prices.

Jayapura regent Habel Melkias Suwae said he had issued a special decree to rule on the issue.

"This is to support food resilience and at the same time the development of local staples, such as corn, tubers and sago," Habel told tempointeraktif.com on Saturday.

The locals, he said, had been told not to consume rice only, because its production was compromised by unfavorable weather conditions.

"We also hope that the development of local staples can help improve local farmers' welfare. Hopefully other regencies will follow suit."

The No Rice Day was officially declared on Friday in Jayapura's Kuipons village in Nimboran district.

Friday, February 11, 2011

Happy Birhday

Hari ini ada 2 orang penting dalam hidupku yang berulang tahun.
Pertama: kakak ku bernama Yohanes

Kedua: saudariku Sr.Reta.

Rasanya waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa mereka yang ku sayangi sudah bertambah umurnya.
aku jadi bertanya dalam berdoa: sudahkah aku memberi waktu dan kasihku pada mereka?
kadang dengan alasan kesibukan dan sebagainya, aku pun melalaikan mereka.
bahkan untuk sekadar bertanya: apa kabarmu hari ini?
Aku jadi semakin menyadari betapa banyak kesempatan yang diberikan Allah kepadaku untuk menyapa mereka. Semoga di hari ulang tahun mereka ini, aku juga semakin bertambah dewasa.
Selamat Ulang Tahun!!!

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More